Minggu, 17 April 2016

Kejelian Masril Koto Melihat Peluang Di Bidang Pertanian

KEJELIAN MASRIL KOTO MELIHAT PELUANG DI BIDANG PERTANIAN


Masril Koto adalah pendobrak kebekuan fungsi intermediasi industri perbankan di bidang pertanian dengan mendirikan sebuah Bank Petani dalam bentuk Lembaga Keuangan Mikro Agrobisnis (LKMA) Prima Tani di Nagari Koto Tinggi, Baso, Agam, Sumatera Barat.
Lembaga Keuangan Miro Agrobisnis (LKMA) Prima Tani ini didirikan setelah Masril dan kawan-kawan petaninya mendapatkan pelatihan keuangan dalam bentuk akutansi sederhana dari Yayasan Alumni Fakultas Pertanian Universitas Andalas (AFTA), Padang. 
Alasan Masril Koto mendirikan bank petani karena beliau merasa kecewa terhadap bank-bank BUMN dalam menyalurkan Kredit Usaha Rakyat (KUR). Karena dengan segala keterbatasannya, para petani merasa tidak cukup mampu mencukupi berbagai persyaratan yang diajukan dari bank dan kegelisahan petani dalam mencari pinjaman modal.
Bank petani ini dibangun berdasarkan azas kekeluargaan dan sumber dana dari bank petani yaitu saham, tabungan dan pinjaman dana.
Sistem yang digunakan dalam bank petani ini adalah dengan menerbitkan saham dengan harga Rp. 100.000,- /saham untuk modal pendirian lembaga keuangan tersebut yang bisa dibeli oleh petani.
 Awal berdirinya Bank Petani, Para anggota yang telah bergabung langsung bergerak cepat untuk melakukan sosialisasi saham yang dilakukan dalam rapat kelompok tani, masjid, sampai lampo (warung kopi) yang memang banyak bertebaran di wilayah Agam dengan tujuan agar para petani mau melakukan Investasi saham. Namun, banyak para petani tidak menanggapi karena menurut mereka ”Bagaimana selembar kertas yang harganya seratus ribu rupiah dapat memberikan manfaat bagi petani”. Namun setelah dilakukan sosialisasi, mulai satu persatu petani mau melakukan investasi saham hingga mengalami perkembangan yang pesat.
Kemudian setelah Investasi saham mengalami kesuksesan, bank petani pun mengeluarkan produk yang beragam dalam bentuk tabungan. Namun produk tersebut disesuaikan dengan kebutuhan dan masalah yang dihadapi oleh masyarakat setempat seperti tabungan ibu hamil, pendidikan, sosial dan lainnya.
 Setelah Setahun berdiri bank tersebut, banyak petani mulai merasakan manfaat dari bank petani tersebut yaitu kemudahan dalam mengakses modal sehingga petani yang membutuhkan dana bisa langsung meminjam. Termasuk untuk kebutuhan lain seperti biaya sekolah anak, biaya pernikahan, hingga membeli kendaraan.
Manfaat lain dari bank petani adalah mengatasi pengangguran anak-anak petani lulusan SMA sehingga mereka yang telah lulus direkrut menjadi karyawan LKMA. Rata-rata tiap LKMA memiliki lima karyawan. Dengan lebih dari 200 LKMA di Sumbar, cukup lumayan tenaga kerja yang tertampung. Banyak juga karyawan yang bisa melanjutkan kuliah dengan meminjam uang dari LKMA dan membayar cicilan pinjaman dari gaji mereka.
Kini, ada sekitar 900 LKM yang telah dibentuk Masril dengan aset mulai dari Rp 300 juta hingga Rp 4 miliar per LKM dengan total keseluruhan LKM mencapai Rp 90 miliar dengan 1.500 tenaga kerja yang merupakan anak petani.
Bank petani juga menerapkan cara yang unik untuk mengantisipasi risiko kredit macet yaitu penerapan sanksi sosial terhadap petani yang tidak membayar peminjamannya dengan cara mengumumkan nama-nama debitur atau nama satu keluarga debitur tersebut pada masjid atau mushalla. Cara itu sangat efektif karena bagi masyarakat di wilayah Sumatera Barat (Sumbar) bahwa utang adalah harga diri.
Masril bertahan memajukan petani sebab ia tidak ingin mereka terus-menerus dieksploitasi, terutama saat menjelang pemilihan umum. Kini, beliau sedang menyiapkan pembentukan lembaga bernama Lumbung Pangan Rakyat. Targetnya adalah menggantikan peranan Bulog yang tidak bertugas menurut fungsi yang diamanatkan.
Demikian artikel yang saya tulis, semoga artikel ini dapat menjadi inspirasi bagi kita semua.

Grameen Bank

ES LILIN GULSAN


Memulai bisnis dengan modal hanya Rp.10.000,- merupakan praktek langsung bagaimana Grameen Bank tersebut, para mahasiswa mengumpulkan uang Rp.1.000/orang kepada komisaris, dan kemudian di  minggu pertama komisaris akan meminjamkan uang dari hasil uang yang dikumpul tadinya yaitu sebesar Rp.10.000,- kepada mahasiswa untuk dijadikan modal menjalankan bisnis. Pada awalnya saya sempat kebingungan akan menjalankan bisnis dengan modal hanya Rp.10.000, kemudian saya teringat bahwa saya dan Alm. Ayah saya dulu pernah membuat es lilin menggunakan santan dan gula merah. Tahap pertama untuk membuat Es lilin tersebut adalah saya membeli 1 ½ kelapa dengan harga Rp. 6.000,- dan saya membeli ½ gula merah dengan harga Rp. 2.000,- serta sisanya saya membeli karet dan plastik dengan harga Rp. 2.000,-.
Kemudian Tahap kedua setelah semua perlengkapan tersedia, saya langsung memeras kelapa tersebut menjadi santan dengan menggunakan air dirumah. Setelah kelapa tersebut menjadi santan, saya memasukkan santan ke dalam sebuah panci besar dan memanaskan santan serta mengaduknya hingga setengah matang. Sambil saya mengaduk santan tersebut, saya momotong kecil-kecil gula merah dan memasukkan gula merah tersebut ke dalam panci yang berisi santan tersebut serta menambahkan sedikit gula pasir. Setelah gula merah dan santan  menyatu dan sudah matang, Kemudian saya mematikan kompor dan mendiamkan beberapa menit supaya tidak terlalu panas ketika dimasukkan dalam plastik.
Kemudian setelah sudah hangat, saya memasukkan air campuran  tersebut ke dalam plastik yang sudah saya beli dan mengikatnya dengan menggunakan karet. Setelah semuanya dimasukkan dalam plastik, saya mendapatkan 70 bungkus dan memasukkannya ke dalam lemari es hingga menjadi es lilin.
Es lilin yang sudah jadi, saya menitipkan es lilin tersebut ke kantin sekolah adik saya dengan harga Rp. 1.000,-  dan sebagian Es lilin lagi saya jual kepada teman-teman saya dan di warnet biasa saya duduk. Di hari pertama, saya berhasil menjual 15 bungkus es lilin yang didapat dari 10 bungkus  es lilin di kantin dan 5 bungkus saya jual ke teman saya. Kemudian hari kedua saya berhasil menjual 25 bungkus es lilin yang didapat dari menambahkan es lilin sebelumnya 10 bungkus menjadi 15 bungkus di kantin dan  10 bungkus yang saya jual kepada teman saya. Kemudian hari ketiga, saya hanya berhasil menjual 10 bungkus es lilin dikarenakan kantin yang saya titip sedang tutup.  Hari ke empat, saya berhasil menjual 20 bungkus es lilin yang saya dapat dari 10 bungkus saya titip di kantin dan 10 bungkus saya jual kepada teman-teman adik saya.

Sehingga total penghasilan saya peroleh selama empat hari adalah Rp. 15.000,- + Rp. 25.000,- + Rp. 10.000,- + Rp. 20.000,- = Rp. 70.000,-. Sekian

Sabtu, 05 Maret 2016

Survey Pasar - Berjualan Terus Demi Kebutuhan Anak Dan Suami

Berjualan Terus Demi Kebutuhan Anak Dan Suami

Assalamualaikum Wr. Wb, 


Saya mewawancarai pedagang yang berjualan di Pasar Ulee Kareng dan pedagang yang saya wawancara tersebut bernama Fatimah adalah warga asli Ulee Kareng yang berjualan sayur-sayuran di pasar Ulee Kareng tepatnya di jalan menuju pasar ikan. Beliau saat ini berusia 43 tahun dan sering dipanggil dengan Kak Mah.
 Ia memulai berjualan sayur-sayuran di pasar Ulee Kareng dari jam 06.00 pagi s.d 18.00 sore dan kurang lebih 15 tahun terakhir ia berjualan sayur-sayuran di Pasar Ulee Kareng serta Sayur sayuran yang ia jualkan seperti : Bayam, kangkung, sawi, toge, sayur campur, dan masih banyak lagi.
Fatimah memulai usaha tersebut dengan modal awalnya sebesar Rp.20.000. Keuntungan yang ia dapatkan perhari nya sebesar Rp.200.000. Menurut beliau, Penghasilan yang di dapatkan lebih dari untuk makan dan kebutuhan sehari-hari.  Sedangkan keuntungan bersih per bulannya kurang lebih sebesar Rp.3.000.000.
Suka duka Ibu Fatimah dalam menjalankan usaha berjualan sayur ini, ialah ketika barang dagangannya habis terjual pada saat awal-awal berjualan dahulu. Untuk dukanya, pada saat tanggal tua, banyak barang dagangannya tidak banyak terjual karena mulai berkurangnya orang yang membeli. Namun ia tetap bersyukur atas nikmat yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa kepadanya dan ia mempunyai pandangan bahwa ”Senyuman membawamu pada Rezeki”.
Ketika saya menanyakan kepada Ibu Fatimah soal APBA, ia tidak tahu mengenai masalah APBA baik itu berapa banyak APBA tahun ini maupun sudah dicairkan atau belum dana APBA tersebut karena menurut Kak Mah, untuk apa tahu berapa dana APBA tahun ini sedangkan keadaan tetap sama saja dan yang terpenting menurut Ibu Fatimah, ia akan tetap berjualan sayur-sayuran demi membiayai kebutuhan anaknya yang sedang sekolah dan membeli obat-obatan untuk suami yang sedang sakit.


Ini adalah Foto Bu Fatimah ketika berjualan sayur-sayuran


Ini Adalah Foto Dagangan dari Ibu Fatimah


Jangan Lupa Mampir Ke Kedai Ibu Fatimah ketika sedang di Pasar Ulee Kareng

Sabtu, 27 Februari 2016

Aceh Kaya Tapi Miskin

Aceh Kaya Tapi Miskin



   Dari masa kemasa Aceh adalah sebuah wilayah yang kaya akan sumber daya alam, baik itu hasil pertanian, perkebunan maupun hasil tambang. Pada era masa kesultanan, Aceh pernah terkenal karena penghasilan dan perdagangan rempah-rempah, ketika masa konflik dan pasca Tsunami yang terjadi beberapa tahun silam. Padahal sejak zaman penjajahan dulu, Aceh sangat membantu negara Indonesia yang kita cintai ini untuk merdeka mulai dari menyumbang Emas Monas sebagai lambang kejayaan Bangsa dan menyumbang pesawat terbang dan kapal laut dengan kode PPB 58 LB. Semua masyarakat di Aceh tentunya sangat sayang kepada daerah tersebut, tapi sangatlah minim pergerakan yang mendukung bahwa masyarakat Aceh sangat sayang kepada daerahnya. Di tambah lagi dengan pemerintahnya. Apakah pemerintah daerah tersebut juga sayang kepada Aceh ?, itu perlu di pertanyakan lagi kepada setiap orang-orang yang terpilih menduduki kursi-kursi kekuasaan. Kenapa saya mengatakan seperti itu, karena kita lihat saja sekarang Aceh menduduki peringkat ke 7 termiskin di Indonesia. Kenapa itu semua bisa terjadi ?, tanyakan pertanyaan itu kepada diri anda sendiri selaku masyarakat Aceh. Karena kemiskinan itu bukan hanya tanggung jawab Pemerintah Pusat dan Daerah saja, tapi itu juga tanggung jawab masyarakatnya.

Berikut pendapat beberapa masyarakat Aceh terkait kemiskinan di Aceh :
" Kemiskinan di Aceh sekilas mata memandang, contohnya masyarakat di pedalaman yang tinggal di gubuk. Rumah mereka boleh terlihat reyot, tapi mereka memiliki tanah atau perkebunan. Jika saja tanah dan perkebunan itu di olah mungkin mereka akan lebih kaya dari kita yang berada di posisi menengah. Cuma sekarang niat, ide dan pergerakan dari pribadi itu sangat lah kurang. Dan kita juga bisa lihat setiap keluarga di Aceh memiliki sebuah rumah untuk mereka huni, tidak seperti di ibu kota yang masih banyak tinggal atau menghuni di bawah jembatan-jembatan besar. Dan semiskin-miskinnya orang Aceh, tidak ada yang makan makanan di tong sampah kecuali orang yang sudah tidak waras", ujar Munjir dari Fakultas Kesenian Universitas Syiah Kuala Banda Aceh. " Menurut saya kemisikinan di Aceh tidak terlepas dari intervensi pihak asing seperti Amerika dan Jepang. Karena di Aceh khususnya di Aceh Utara merupakan suatu daerah yang memiliki potensi sumber daya alamnya yang melimpah, terutama Migas (Minyak dan Gas). Sangat di sayangkan dari sekian banyaknya hasil penjualan Migas tersebut masih banyak masyarakat Aceh Utara yang tergolong dalam masyarakat miskin. Hal inilah yang menyebabkan meletusnya pemberontakan Gerakan Aceh Merdeka pada tahun 1976. Dari sekian Kabupaten yang ada di Aceh, Kabupaten Aceh Utara merupakan Kabupaten termiskin. Mengingat adanya perusahaan-perusahaan asing yang menguasai pasar produksi Migas di Aceh, sehingga mereka berhak menerapkan kebijakan ekonomi menurut yang mereka kehendaki. Dan kebijakan itu berimbas kepada kurangnya peranan masyarakat Aceh Utara itu sendiri, yang menyebabkan semakin termarjinalkan" ujar Angga Prasetiya dari FKIP Sejarah, Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh.
Sekarang kita akan mengecek sedikit masalah APBD yang di terima daerah Aceh pada beberapa tahun kebelakang :
1. APBD Aceh pada tahun 2009 sebesar Rp 9.700.000.000.000,00
2. APBD Aceh pada tahun 2010 sebesar Rp 6.244.669.139.164,00
3. APBD Aceh pada tahun 2011 sebesar Rp 7.089.389.677.661,00
    Jika kita melihat berdasarkan data, besarnya APBD yang di terima oleh daerah Aceh ini tidak mampu mengubah perekenomian daerah tersebut. Mengapa hal itu bisa terjadi ?, kembali tanyakan kepada pemerintah yang ada di Aceh. Seharusnya dengan anggaran sebesar itu, Pemerintah Aceh dapat mensejahterakan rakyat Aceh dengan menciptakan lapangan-lapangan pekerjaan, membuka balai-balai pelatihan pekerja. Sehingga menciptakan SDM yang Profesional. Tapi apa yang terjadi sekarang, semua itu jauh dari harapan. Masih banyak rakyat Aceh yang putus sekolah karena Pemerintah tidak menjamin Pendidikan mereka, dan masih tingginya angka kemiskinan di Aceh. 

   Sebenarnya jika kita melihat lagi Sumber Daya Alam yang ada di Aceh seperti pertambangan emas yang berada di Wolya, Seunagan (Aceh Barat), Pisang Mas (Beutong), Payakolak Takengon (Aceh Tengah) dan lainya dapat di kuasai sepenuhnya oleh daerah Aceh tanpa campur tangan orang luar, insyaallah kemiskinan di Aceh akan menurun. Tetapi karena kurangnya SDM yang ahli, maka semua itu tidak dapat tercapai.

  Berdasarkan data dari Walhi, saat ini penguasaan minyak bumi Indonesia hampir 90 % dikuasai asing. Realita ini sangat kontras dengan isi pasal 33 UUD 1945, yang berbunyi, “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat”. Pasal itu seolah telah diganti, bahwa kekayaan alam yang ada di negeri Indonesia ini dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran pemilik modal, investor asing, atau tengkulak yang sudah keterlaluan mengkhianati rakyat.

  Kemudian, menurut hasil survei BPPT ( Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi ) dan Jerman menemukan potensi minyak (hidrokarbon) dalam jumlah yang sangat besar sekitar 107,5 - 320,79 miliar barel di perairan timur laut Pulau Simeulue. Potensi kekayaan tersebut sangat signifikan jika di bandingkan dengan cadangan minyak Arab Saudi yang mencapai 264,21 miliar barel. Jika potensi minyak itu terbukti, maka Aceh akan lebih kaya dari Arab Saudi. Sekarang semua itu tergantung kepada rakyat Aceh bagaimana cara merealisasikan hasil survei dari BPPT dan Jerman mengenai SDA yang ada di perairan timur laut Pulau Simeulue dan SDA lainya yang melimpah di Aceh sehingga dapat mengubah perekonomian di Aceh, baik itu dari Pemerintah maupun dari rakyatnya sendiri.

 Melimpahnya uang dimiliki Aceh setelah berstatus otonomi khusus, berbanding terbalik dengan kesejahteraan rakyatnya. Aceh kini masih masuk dalam 10 besar provinsi termiskin di Indonesia.Untuk menghadapi permasalahan tersebut maka diperlukan alokasi belanja publik di Aceh yang sesuai dengan kebutuhan dan target-target pembangunan sehingga peningkatan kualitas program dan kegiatan dapat diperbaiki.dan perencanaan pembangunan yang tepat berdasarkan analisis dan kajian merupakan salah satu kunci utama dalam meningkatkan kualitas penganggaran. Kegiatan pelatihan analisa belanja publik ini diharapkan mampu menghasilkan analis-analis belanja publik yang dapat melakukan kajian terhadap belanja publik Aceh di masa mendatang.

Sumber :
  • https://id.wikipedia.org/wiki/Aceh
  • http://aceh.tribunnews.com/2013/11/20/miskin-di-tengah-sumber-daya-pesisir-melimpah
  • http://economy.okezone.com/read/2012/10/15/320/704254/masuk-daerah-terkaya-aceh-justru-jadi-10-provinsi-termiskin

Komunikasi Pemasaran

A.    Pengertian Komunikasi Pemasaran Komunikasi Pemasaran merupakan sarana yang digunakan perusahaan dalam upaya untukmenginformasik...