Aceh Kaya Tapi Miskin
Dari masa kemasa Aceh adalah sebuah wilayah yang kaya akan sumber daya alam, baik itu hasil pertanian, perkebunan maupun hasil tambang. Pada era masa kesultanan, Aceh pernah terkenal karena penghasilan dan perdagangan rempah-rempah, ketika masa konflik dan pasca Tsunami yang terjadi beberapa tahun silam. Padahal sejak zaman penjajahan dulu, Aceh sangat membantu negara Indonesia yang kita cintai ini untuk merdeka mulai dari menyumbang Emas Monas sebagai lambang kejayaan Bangsa dan menyumbang pesawat terbang dan kapal laut dengan kode PPB 58 LB. Semua masyarakat di Aceh tentunya sangat sayang kepada daerah tersebut, tapi sangatlah minim pergerakan yang mendukung bahwa masyarakat Aceh sangat sayang kepada daerahnya. Di tambah lagi dengan pemerintahnya. Apakah pemerintah daerah tersebut juga sayang kepada Aceh ?, itu perlu di pertanyakan lagi kepada setiap orang-orang yang terpilih menduduki kursi-kursi kekuasaan. Kenapa saya mengatakan seperti itu, karena kita lihat saja sekarang Aceh menduduki peringkat ke 7 termiskin di Indonesia. Kenapa itu semua bisa terjadi ?, tanyakan pertanyaan itu kepada diri anda sendiri selaku masyarakat Aceh. Karena kemiskinan itu bukan hanya tanggung jawab Pemerintah Pusat dan Daerah saja, tapi itu juga tanggung jawab masyarakatnya.
Berikut pendapat beberapa masyarakat Aceh terkait kemiskinan di Aceh :
" Kemiskinan di Aceh sekilas mata memandang, contohnya masyarakat di pedalaman yang tinggal di gubuk. Rumah mereka boleh terlihat reyot, tapi mereka memiliki tanah atau perkebunan. Jika saja tanah dan perkebunan itu di olah mungkin mereka akan lebih kaya dari kita yang berada di posisi menengah. Cuma sekarang niat, ide dan pergerakan dari pribadi itu sangat lah kurang. Dan kita juga bisa lihat setiap keluarga di Aceh memiliki sebuah rumah untuk mereka huni, tidak seperti di ibu kota yang masih banyak tinggal atau menghuni di bawah jembatan-jembatan besar. Dan semiskin-miskinnya orang Aceh, tidak ada yang makan makanan di tong sampah kecuali orang yang sudah tidak waras", ujar Munjir dari Fakultas Kesenian Universitas Syiah Kuala Banda Aceh. " Menurut saya kemisikinan di Aceh tidak terlepas dari intervensi pihak asing seperti Amerika dan Jepang. Karena di Aceh khususnya di Aceh Utara merupakan suatu daerah yang memiliki potensi sumber daya alamnya yang melimpah, terutama Migas (Minyak dan Gas). Sangat di sayangkan dari sekian banyaknya hasil penjualan Migas tersebut masih banyak masyarakat Aceh Utara yang tergolong dalam masyarakat miskin. Hal inilah yang menyebabkan meletusnya pemberontakan Gerakan Aceh Merdeka pada tahun 1976. Dari sekian Kabupaten yang ada di Aceh, Kabupaten Aceh Utara merupakan Kabupaten termiskin. Mengingat adanya perusahaan-perusahaan asing yang menguasai pasar produksi Migas di Aceh, sehingga mereka berhak menerapkan kebijakan ekonomi menurut yang mereka kehendaki. Dan kebijakan itu berimbas kepada kurangnya peranan masyarakat Aceh Utara itu sendiri, yang menyebabkan semakin termarjinalkan" ujar Angga Prasetiya dari FKIP Sejarah, Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh.
Sekarang kita akan mengecek sedikit masalah APBD yang di terima daerah Aceh pada beberapa tahun kebelakang :
1. APBD Aceh pada tahun 2009 sebesar Rp 9.700.000.000.000,00
2. APBD Aceh pada tahun 2010 sebesar Rp 6.244.669.139.164,00
3. APBD Aceh pada tahun 2011 sebesar Rp 7.089.389.677.661,00
Jika kita melihat berdasarkan data, besarnya APBD yang di terima oleh daerah Aceh ini tidak mampu mengubah perekenomian daerah tersebut. Mengapa hal itu bisa terjadi ?, kembali tanyakan kepada pemerintah yang ada di Aceh. Seharusnya dengan anggaran sebesar itu, Pemerintah Aceh dapat mensejahterakan rakyat Aceh dengan menciptakan lapangan-lapangan pekerjaan, membuka balai-balai pelatihan pekerja. Sehingga menciptakan SDM yang Profesional. Tapi apa yang terjadi sekarang, semua itu jauh dari harapan. Masih banyak rakyat Aceh yang putus sekolah karena Pemerintah tidak menjamin Pendidikan mereka, dan masih tingginya angka kemiskinan di Aceh.
Sebenarnya jika kita melihat lagi Sumber Daya Alam yang ada di Aceh seperti pertambangan emas yang berada di Wolya, Seunagan (Aceh Barat), Pisang Mas (Beutong), Payakolak Takengon (Aceh Tengah) dan lainya dapat di kuasai sepenuhnya oleh daerah Aceh tanpa campur tangan orang luar, insyaallah kemiskinan di Aceh akan menurun. Tetapi karena kurangnya SDM yang ahli, maka semua itu tidak dapat tercapai.
Berdasarkan data dari Walhi, saat ini penguasaan minyak bumi Indonesia hampir 90 % dikuasai asing. Realita ini sangat kontras dengan isi pasal 33 UUD 1945, yang berbunyi, “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat”. Pasal itu seolah telah diganti, bahwa kekayaan alam yang ada di negeri Indonesia ini dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran pemilik modal, investor asing, atau tengkulak yang sudah keterlaluan mengkhianati rakyat.
Kemudian, menurut hasil survei BPPT ( Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi ) dan Jerman menemukan potensi minyak (hidrokarbon) dalam jumlah yang sangat besar sekitar 107,5 - 320,79 miliar barel di perairan timur laut Pulau Simeulue. Potensi kekayaan tersebut sangat signifikan jika di bandingkan dengan cadangan minyak Arab Saudi yang mencapai 264,21 miliar barel. Jika potensi minyak itu terbukti, maka Aceh akan lebih kaya dari Arab Saudi. Sekarang semua itu tergantung kepada rakyat Aceh bagaimana cara merealisasikan hasil survei dari BPPT dan Jerman mengenai SDA yang ada di perairan timur laut Pulau Simeulue dan SDA lainya yang melimpah di Aceh sehingga dapat mengubah perekonomian di Aceh, baik itu dari Pemerintah maupun dari rakyatnya sendiri.
Melimpahnya uang dimiliki Aceh setelah berstatus otonomi khusus, berbanding terbalik dengan kesejahteraan rakyatnya. Aceh kini masih masuk dalam 10 besar provinsi termiskin di Indonesia.Untuk menghadapi permasalahan tersebut maka diperlukan alokasi belanja publik di Aceh yang sesuai dengan kebutuhan dan target-target pembangunan sehingga peningkatan kualitas program dan kegiatan dapat diperbaiki.dan perencanaan pembangunan yang tepat berdasarkan analisis dan kajian merupakan salah satu kunci utama dalam meningkatkan kualitas penganggaran. Kegiatan pelatihan analisa belanja publik ini diharapkan mampu menghasilkan analis-analis belanja publik yang dapat melakukan kajian terhadap belanja publik Aceh di masa mendatang.
Sumber :
- https://id.wikipedia.org/wiki/Aceh
- http://aceh.tribunnews.com/2013/11/20/miskin-di-tengah-sumber-daya-pesisir-melimpah
- http://economy.okezone.com/read/2012/10/15/320/704254/masuk-daerah-terkaya-aceh-justru-jadi-10-provinsi-termiskin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar